Kupas Sejarah Piala Eropa, Bhinneka Tunggal Ika Jadi Kunci Sukses Spanyol Juara Euro 2008
Minggu, 30 Juni 2024, 00:04 WIB

Segenap elemen timnas Spanyol merayakan gelar juara Euro 2008.-UEFA-
DailySports.ID - Spanyol adalah raksasa sepak bola, seluruh pecinta sepak bola pasti sepakat dengan pernyataan ini. Indikatornya tentu saja adalah gelar juara, khususnya ketika mengukir hattrick podium Piala Eropa (2008, 2012) dan Piala Dunia (2010).
Namun, sejatinya Spanyol belum masuk kategori raksasa sebelum 2008. Kualitas skuat mereka barangkali setara dengan negara-negara kuat lain seperti Argentina, Italia, Prancis, Jerman, bahkan Brasil.
Sayang, peruntungan Spanyol sangat buruk di turnamen besar dan mereka selalu kesulitan bersaing. Satu-satunya gelar juara Piala Eropa 1964 diraih dalam kondisi menjadi tuan rumah, sehingga belum teruji seutuhnya.
Apa yang salah? Bukankah kualitas pemain Spanyol setara, bahkan kadang lebih bagus daripada negara kuat lain, tapi mereka hanya menggila saat membela klub masing-masing, terutama Real Madrid dan FC Barcelona.
Ketika bergabung di timnas Spanyol, kualitas para pemain seolah lenyap tak bersisa ditelan bumi. Mereka masih membawa ego sektoral, atau malah sentimen kedaerahan tingkat akut yang menghalangi persatuan sewaktu membela negara.
Pantas saja Spanyol melempem di turnamen besar. Para pemainnya kurang menyatu sebagai tim lantaran ada gap kedaerahan yang membuat personelnya terpecah menjadi beberapa kubu.
Diketahui, skuat Spanyol biasanya terdiri dari beberapa suku, antara lain Castilla (Madrid), Basque, Catalan (Barcelona), Andalusia, dan Asturian.
Khusus Basque dan Catalan adalah representasi kelompok masyarakat pembangkang yang selalu menentang pemerintah pusat, yakni Madrid, bila berkaca dari sejarah, terutama era rezim diktator militer Jenderal Franco era 1960-an.
Alasannya lebih kepada kecemburuan terhadap publik wilayah Madrid yang lebih diperhatikan, sementara Basque dan Catalan terpinggirkan, hingga berpikir untuk memerdekakan diri dan membentuk negara terpisah.
Latar belakang inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat prestasi Spanyol di kancah internasional. Mereka butuh gebrakan besar untuk mengubahnya.
Angin perubahan pun datang seiring kedatangan Luis Aragones sebagai pelatih Spanyol. Dia mulai bertugas menukangi Tim Matador pasca-Euro 2004 yang berakhir pahit lantaran tersingkir di fase grup.
Revolusi Aragones dimulai. Dia mulai membenahi kekurangan Spanyol secara perlahan, termasuk gap kesukuan dan sentimen kedaerahan yang sudah menjadi penyakit selama bertahun-tahun.
Hasilnya memang tidak langsung terlihat karena Spanyol tersingkir di babak 16 besar Piala Dunia 2006, tapi Aragones bersabar dan meyakini hal besar bakal mereka raih kelak di kemudian hari.
Tiki-taka Spanyol Racikan Luis Aragones Membius Eropa dan Dunia
Pelatih Luis Aragones diarak pemain Spanyol usai menjuarai Euro 2008.-UEFA-
Kesabaran Aragones berbuah manis. Investasi Bhinneka Tunggal Ika (walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua) seperti semboyan negara Indonesia plus taktik brilian bernama Tiki-Taka membawa Spanyol merajai Eropa.
Sekadar mengingatkan, Tiki--taka adalah pola permainan yang mengutamakan operan pendek nan cepat serta dan menuntut para pemain lebih rajin bergerak di atas lapangan.
Tiki-taka dilakukan atas dasar pemikiran Luis Aragones yang menyadari kenyataan bahwa Spanyol tak cukup tangguh dalam beradu fisik lantaran postur mereka kurang mendukung.
Hasil pemikiran Aragones, yang seringkali disebut mengadopsi gaya Totaal Voetbal ala Belanda era 1970 sampai 1980-an, sukses besar. Spanyol menyajikan hiburan kelas wahid kepada para penikmat sepak bola.
Panggungnya adalah Euro 2008 di Austria-Swiss. Perjalanan Spanyol dimulai dari Grup D, di mana mereka tergabung bersama Rusia, Swedia, dan juara bertahan Yunani.
Tak tanggung-tanggung, Spanyol menyapu bersih kemenangan di Grup D dan melenggang mulus ke perempat final Euro 2008. Mereka berturut-turut melibas Rusia (4-1), Swedia (2-1), dan Yunani (2-1).
Di perempat final Euro 2008, Spanyol berjumpa lawan sepadan, yakni Italia. Pertandingan berjalan sengit dan skor imbang tanpa gol bertahan selama 120 menit, sehingga pemenangnya mesti ditentukan via babak adu penalti.
Spanyol lebih siap daripada Italia. Terbukti hanya satu eksekutor mereka yang gagal melaksanakan tugas dengan baik, yakni Dani Guiza, sementara kubu lawan dua kali.
Pahlawan Spanyol tidak lain dan tidak bukan adalah kiper sekaligus kapten tim, Iker Casillas. Dia secara heroik mementahkan tendangan Daniele De Rossi dan Antonio Di Natale.
Memasuki semifinal, Spanyol kembali bersua lawan yang pernah mereka bantai di fase grup, Rusia. Tanpa kesulitan berarti, Tim Matador lagi-lagi memetik kemenangan telak 3-0 berkat sumbangsih Xavi Hernandez, Dani Guiza, dan David Silva.
Tibalah Spanyol di final Euro 2008. Gol semata wayang Fernando Torres sudah cukup untuk membawa Spanyol juara. Striker tajam berjulukan El Nino itu melewati bek Philipp Lahm sebelum mengirimkan bola ke gawang Jens Lehmann.
Keperkasaan Spanyol paling terlihat pada laga final. Sempat gugup di menit-menit awal, Tim Matador menemukan bentuk permainan terbaik mereka seiring dengan berjalannya waktu sampai mereka benar-benar sulit dibendung Jerman.
Selepas unggul 1-0, Spanyol sudah berada di ambang juara. Jerman berusaha membalas, tapi nyaris tidak ada yang membahayakan gawang Casillas mengingat hanya ada satu tembakan tepat sasaran yang dilepaskan sepanjang 90 menit.
Sebaliknya, Spanyol mencatat tembakan ke gawang tujuh kali lipat lebih banyak ketimbang Jerman. Tim Matador seharusnya bisa menang telak, namun Tuhan rupanya cuma mengizinkan skor tipis.
“Sungguh mimpi yang menjadi kenyataan. Hasil ini sungguh adil bagi kami karena tim yang memainkan sepak bola terbaik berhasil meraih trofi,” kata Fernando Torres usai pertandingan.
Spanyol berpesta merayakan gelar Piala Eropa kedua setelah 1964 sekaligus membuka pintu rejeki berikutnya di Piala Dunia 2010 dan Euro 2012. Semua berkat gabungan dari Bhinneka Tunggal Ika dan Tiki-taka.
Susunan Pemain Jerman vs Spanyol:
Jerman (4-5-1): 1-Lehmann; 16-Lahm (2-Jansen 46'), 21-Metzelder, 17-Mertesacker, 3-Friedrich; 20-Podolski, 15-Hitzlsperger (22-Kuranyi 58'), 13-Ballack, 8-Frings, 7-Schweinsteiger; 11-Klose (9-Mario Gomez 79')
Cadangan: 12-Enke, 23-Adler, 4-Fritz, 5-Westermann, 6-Rolfes, 10-Neuville, 14-Trochowski, 18-Borowski, 19-Odonkor
Pelatih: Joachim Low
Spanyol (4-5-1): 1-Casillas; 11-Capdevila, 5-Puyol, 4-Marchena, 15-Sergio Ramos; 21-David Silva (12-Cazorla 66'), 10-Fabregas (14-Xabi Alonso 63'), 19-Senna, 6-Xavi, 8-Iniesta; 9-Torres (17-Guiza 78')
Cadangan: 13-Palop, 23-Reina, 2-Raul Albiol, 3-Navarro, 7-Villa, 16-Sergio Garcia, 18-Arbeloa, 20-Juanito, 22-De La Red
Pelatih: Luis Aragones
Stadion: Ernst Happel (51.428)
Gol: Torres 33'
Wasit: Roberto Rosetti (Ita)
Kartu Kuning: Ballack, Kuranyi (J)/Casillas, Torres (S)
Kartu Merah: -