Rara Istiani Wulandari, dari Pawang Hujan di MotoGP Mandalika Hingga Diusir dari PON Aceh-Sumut 2024
Jumat, 27 September 2024, 19:30 WIB

Rara Istiani Wulandari, dari Pawang Hujan di MotoGP Mandalika Hingga Diusir dari PON Aceh-Sumut 2024-@rarapawang_cahayatarot-
DailySports.ID - Rara Istiani Wulandari yang lebih dikenal sebagai Mbak Rara adalah sosok pawang hujan yang namanya melejit pada ajang MotoGP Mandalika 2022. Namun, kali ini kontroversi di PON XXI Aceh-Sumatera Utara membuatnya viral untuk alasan yang berbeda.
Nama Mbak Rara mulai dikenal luas ketika ia berperan sebagai pawang hujan di Sirkuit Mandlika. Pada saat itu, cuaca buruk mengancam jalannya balapan yang disaksikan dunia.
Lantas hujan deras yang mengguyur lintasan membuat panitia memanggil Mbak Rara untuk menenangkan cuaca.
Dengan mengenakan pakaian tradisional dan membawa alat ritual, Mbak Rara berjalan di pit lane, merapalkan doa dan mantranya. Aksinya yang unik langsung menarik perhatian publik.
Tak hanya media sosial yang ramai memperbincangkan aksinya, para pembalap MotoGP pun ikut terpesona. Fabio Quartararo, pembalap dari tim Monster Energy Yamaha bahkan sempat menirukan gerakan Mbak Rara di depan kamera, membuat aksi pawang hujan ini semakin viral.
Mbak Rara pun terbuka mengenai pendapatan yang ia peroleh selama bekerja di MotoGP Mandalika.
Ia mengaku dibayar Rp 5 juta per hari oleh ITDC dan MGPA, dua perusahaan BUMN yang terlibat dalam penyelenggaraan ajang internasional tersebut. Selama 21 hari bekerja sejak pengaspalan ulang lintasan, total bayaran yang diterimanya mencapai Rp 105 juta.
Jejak Mbak Rara di Berbagai Event Besar
Sebelum sukses di MotoGP, Mbak Rara telah memiliki portofolio yang mengesankan dalam hal menangani cuaca di acara-acara besar.
Salah satu momen penting dalam kariernya adalah saat ia bertugas di pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta. Selain itu, ia juga pernah berperan dalam acara politik yakni event vaksinasi BUMN di berbagai kota, hingga pertandingan sepak bola Liga 1 dan Liga 2.
Keahlian Mbak Rara dalam "mengendalikan" cuaca telah dikenal luas, dan ia sering kali diundang oleh instansi pemerintah maupun swasta untuk menjaga kelancaran acara dari gangguan cuaca.
Beberapa tugasnya yang lain termasuk pengendalian cuaca pada ajang WorldSBK Mandalika 2021 dan uji coba pramusim MotoGP 2022 di sirkuit yang sama.
Kontroversi Mbak Rara di PON Aceh-Sumut 2024
Pada 2024, Mbak Rara diundang untuk terlibat dalam proyek pembangunan Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh yang menjadi salah satu venue utama PON XXI.
Namun, alih-alih mendulang sukses seperti di Mandalika, kali ini ia justru menghadapi reaksi negatif. Pada 27 Agustus 2024, aksi ritual pengusiran hujan yang dilakukannya di stadion tersebut mendapat kecaman dari masyarakat Aceh.
Banyak yang menilai bahwa ritual tersebut bertentangan dengan syariat Islam yang sangat dijunjung tinggi di Aceh.
Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal, segera merespons dengan meminta agar Rara dipulangkan. Ia menjelaskan bahwa ritual yang dilakukan Mbak Rara dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya Aceh.
Sebagai daerah yang dikenal dengan julukan "Serambi Mekah", Aceh sangat menjunjung tinggi ajaran Islam, dan tindakan yang bertentangan dengan prinsip tersebut tidak dapat diterima.
Klarifikasi Mbak Rara: "Saya Datang Karena Diundang"
Merespon keputusan pemulangannya, Mbak Rara memberikan klarifikasi melalui akun Instagram pribadinya pada 29 Agustus 2024.
Dalam unggahannya, Rara menjelaskan bahwa kehadirannya di Aceh bukan untuk menangani acara PON, melainkan untuk membantu proyek pembangunan stadion sesuai dengan undangan yang diterimanya.
Ia menyebutkan bahwa masa tugasnya sudah ditetapkan sejak awal, yakni dari 20 Agustus hingga 29 Agustus 2024, sehingga pemulangannya sebenarnya sudah sesuai jadwal.
Mbak Rara juga menyampaikan bahwa ia diundang oleh pihak perusahaan dan tidak menawarkan diri untuk bekerja.
Selama di Aceh, tugas utamanya adalah berfokus pada doa dan ritual spiritual demi kelancaran proyek pembangunan, khususnya untuk memastikan cuaca mendukung pemasangan atap stadion yang sempat terkendala oleh hujan deras.
Selain itu, sang pawang menjelaskan bahwa ia sangat menghormati budaya dan agama setempat. Untuk itu, ia membawa asisten yang beragama Islam yang secara konsisten menjalankan shalat lima waktu dan berdzikir guna menambah kekuatan doa yang dipanjatkannya.
Reaksi Publik dan Netizen
Video aksi Rara yang sedang berjalan di tepi Stadion Harapan Bangsa sambil membawa dupa dan merapal mantra diabadikan oleh seseorang, lalu diunggah ke media sosial.
Video tersebut langsung viral, memancing reaksi negatif dari netizen Aceh. Banyak warga Aceh yang mengecam ritual Mbak Rara karena dianggap bertentangan dengan norma agama yang berlaku di daerah tersebut.
Setelah ritual tersebut, hujan deras disertai angin kencang malah turun di Banda Aceh dan sekitarnya, semakin memicu kritik terhadap efek ritual yang dilakukan.
Meski Mbak Rara mengklaim bahwa ritualnya adalah bagian dari usaha spiritual yang telah sukses di berbagai acara, masyarakat Aceh memiliki pandangan yang berbeda terhadap kehadirannya.
Menanggapi kontroversi tersebut, Pj Gubernur Safrizal memberikan klarifikasi bahwa Aceh adalah daerah yang sangat menjaga syariat Islam, dan tindakan yang tidak sesuai dengan syariat tidak bisa diterima.
Ia meminta agar pihak perusahaan segera mengklarifikasi kejadian tersebut dan menyampaikan permohonan maaf kepada publik.
Perusahaan yang mengundang Mbak Rara, yakni PT Wijaya Karya Gedung (Persero) dan PT Nindya Karya (Persero), menjelaskan bahwa kehadiran Rara adalah inisiatif dari pekerja proyek yang ingin memastikan cuaca tetap bersahabat agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Namun, mereka mengakui bahwa inisiatif tersebut diambil tanpa mempertimbangkan sensitivitas budaya dan agama di Aceh. Atas kejadian ini, perusahaan meminta maaf dan berjanji akan lebih hati-hati di masa mendatang.
Pelajaran dari Insiden PON 2024
Kasus yang menimpa Mbak Rara di Aceh menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak mengenai pentingnya memahami sensitivitas budaya dan agama di setiap daerah di Indonesia.
Kesuksesan yang ia raih di berbagai acara sebelumnya, seperti MotoGP Mandalika dan Asian Games 2018, tidak serta-merta dapat diterapkan di setiap tempat tanpa mempertimbangkan nilai-nilai lokal.
Pihak penyelenggara acara juga perlu memahami karakteristik budaya daerah ketika mendatangkan tenaga ahli dari luar.