3 Eks Pebulutangkis Indonesia yang Pilih Bela Negara Lain di Olimpiade

DailySports.ID - Indonesia telah diakui sebagai salah satu kekuatan bulutangkis bersama China, Jepang, Korea Selatan, dan Denmark. Predikat ini melekat berkat raihan prestasi apik di turnamen bergengsi, terutama Olimpiade. 

Alhasil, Indonesia kerap mematok target tinggi dalam setiap turnamen. Persaingan di kalangan atlet pelatnas otomatis sangat ketat dan terasa 'kejam' bagi sebagian di antaranya. 

Ya, saking ketatnya, beberapa pebulutangkis terpaksa memutar otak dan mencari cara lain untuk melanjutkan karier lantaran tidak mampu bersaing di pelatnas. 

Ade Rizky Dwicahyo contohnya. Pebulutangkis tunggal putra yang seangkatan dengan Chico Aura Dwi Wardoyo itu akhirnya merantau ke luar negeri dan menerima pinangan dari negara lain, Azerbaijan. 

Keputusan ini berbuah manis karena Ade Resky menjadi ujung tombak Azerbaijan yang memang bukanlah negara di mana olahraga bulutangkis berkembang pesat dan populer seperti Indonesia. 

Atlet berusia 26 tahun ini menorehkan prestasi gemilang dengan mewakili Azerbaijan dalam dua edisi Olimpiade beruntun, yakni Tokyo 2020 dan Paris 2024.

Namun, Ade Resky bukanlah orang Indonesia pertama yang membela negara lain di Olimpiade. Berikut ulasan hasil penelusuran redaksi Daily Sports ID. 

1. Mia Audina (Belanda; Olimpiade 2000 dan 2004) 

Eks pebulutangkis Indonesia, Mia Audina, yang belakangan membela Belanda di Olimpiade 2000 dan 2004.--PB Djarum

Penikmat bulutangkis Indonesia mengenang Mia Audina sebagai bocah ajaib alias wonderkid. Dia tersohor berkat keberhasilan menjadi penentu kemenangan tim atas China di final Piala Uber 1994, meski usianya saat itu baru 14 tahun! 

Berselang dua tahun kemudian, Mia hampir saja mengikuti jejak Susy Susanti membawa pulang medali emas Olimpiade Atlanta 1996, namun akhirnya harus puas dengan medali perak. Dia dikalahkan oleh wakil Korea Selatan, Bang Soo-hyun, di final. 

Singkat cerita, Mia Audina menjalin hubungan asmara lalu menikah dengan seorang penyanyi gospel berpaspor Belanda, Tylio Lobman. Dia lantas mengikuti sang suami dan memutuskan pindah kewarganegaraan pada 1999. 

Alhasil, Mia berganti negara dari Indonesia ke Belanda saat berpartisipasi di Olimpiade 2000 (Sydney) dan 2004 (Athena). Dia mampu masuk final, tapi kembali kalah dari wakil China, Zhang Ning, dan harus puas dengan medali perak. 

2. Tony Gunawan (Amerika Serikat; Olimpiade 2012) 

Tony Gunawan bersama partnernya Howard Bach di Olimpiade London 2012.--BWF

Menyebutkan nama Tony Gunawan berarti tak boleh lupa membahas medali emas Olimpiade. Dia menjuarai sektor ganda putra Sydney 2000 bersama Candra Wijaya. 

Namun, karier Tony berikutnya justru beralih ke Amerika Serikat. Dia pindah domisili ke Negeri Paman Sam setahun setelah menyabet medali emas Olimpiade, sampai memutuskan berganti kewarganegaraan pada 2011.

Berselang setahun kemudian, Tony Gunawan yang menggandeng Howard Bach ambil bagian dalam Olimpiade 2012 di London. Mereka turun di sektor ganda putra dan tergabung di Grup D. 

Sayang, Howard/Tony tersingkir di fase grup karena kalah bersaing dengan Jung Jae-sung/Lee Yong-dae (Korea Selatan), Koo Kien Keat/Tan Boon Heong (Malaysia), dan Naoki Kawamae/Shoji Sato (Jepang). 

3. Ade Resky Dwicahyo (Azerbaijan; Olimpiade 2020 dan 2024) 

Pebulutangkis Azerbaijan, Ade Resky Dwicahyo, lolos ke Olimpiade 2024.--Badminton Europe

Terakhir, ada Ade Resky Dwicahyo yang baru-baru ini memastikan diri lolos ke Olimpiade Paris 2024 sekaligus menorehkan sejarah baru dua kali lolos beruntun ke ajang bergengsi empat tahunan itu, tapi mengusung bendera Azerbaijan, bukan lagi Indonesia.

Diketahui, pria kelahiran Kendari, 14 Mei 1998 ini telah memperkuat Azerbaijan sejak 2017. Dia memutuskan untuk merantau jauh ke luar negeri karena tidak mendapatkan kesempatan masuk pelatnas di Indonesia.

"Satu alasan karena Azerbaijan kasih saya masuk tim nasional. Mereka menawarkan seperti ketika di Indonesia didapatkan dan kalau ikut turnamen dibiayai. Alhamdulliah mereka mendukung penuh karier saya," kata Ade Resky beberapa waktu lalu.

"Saya dulu sempat main di kejuaraan junior, tapi untuk Pelatnas tak diambil yang diambil Chiko Aura karena satu angkatan 1998. Suatu waktu, pelatih aazerbaijan ke Indonesia mencari pemain berbakat. Dia ambil saya," tandasnya.